Check out the Latest Articles:

Senin, 10 September 2012


Sebagian orang mengatakan para ulama telah sepakat (ijma’) peniadaan ‘udzur atas kejahilan dalam masalah ‘aqidah, sehingga tidak dipersyaratkan adanyaiqaamatul-hujjah (dengan syarat kepahaman terhadapkhithaab nash).[1] Pemahaman ini berjangkit di sebagian kelompok takfiriy, sehingga mereka pun serampangan dalam mengkafirkan kaum muslimin yang tidak sepaham dengannya. Tidak lupa, mereka memberikan cap pada orang-orang yang tidak turut mengkafirkan orang yang mereka kafirkan sebagai Murji’ah. Bahkan mereka mengatakan ‘udzur dengan sebab kejahilan adalah perkara bid’ah dalam agama yang diada-adakan oleh orang-orang belakangan.
Benarkah apa yang mereka omongkan tersebut ?.

Senin, 25 Juni 2012




Tarian, selain merupakan budaya orang Keraton, juga merupakan budaya orang-orang Shufiy[1]. Dalam hal taste seni geraknya, orang-orang Shufiy tidak kalah dengan para maestro tari Indonesia seperti : Didik Nini Thowok, Enoch Atmadibrata, Mimi Rasinah, Indrawati Lukman, Gusmiati Suid, dan yang lainnya. Meski mempunyai beberapa kesamaan, tentu saja ada perbedaannya. Bagi Didik Nini Thowok cs., menari dan menciptakan tari mereka lakukan dengan alasan hobi, menjaga warisan budaya, dan pekerjaan; sedangkan orang Shufiy melakukannya dengan alasan ibadah. Dikarenakan alasan tersebut, tentu orang-orang Shufiy punya dalil yang tersimpan di saku mereka, satu hal yang tidak dipunyai Didik Nini Thowok cs. ‘Sayangnya’, ketika hari Tari Sedunia tanggal 29 April 2012 tempo hari, orang-orang Shufiy tidak bergabung dengan orang-orang ISI (Institut Seni Indonesia) di Solo untuk unjuk kebolehan di depan publik.

Rabu, 13 Juni 2012



Nama Ayatullah Ja’far As-Subhaaniy sangatlah terkenal bagi masyarakat Syi’ah. Ia adalah salah satu marja’kontemporer yang cukup disegani. Beberapa orang memberikan gelar padanya : Ayatullah Al-Faqiih Al-Muhaqqiq. Cukup produktif dalam menghasilkan tulisan/buku, yang sebagiannya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Namun ternyata, nama besarnya ini tidaklah cukup membuatnya berperilaku jujur sehingga malah melestarikan budaya dusta para pendahulunya di kalangan ulama Syi’ah. Mau bukti ?.

Selasa, 28 Februari 2012




Jaabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhu berkata :
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kubur untuk dikapur, diduduki, dan dibangun sesuatu di atasnya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim no. 970, Abu Daawud no. 3225, At-Tirmidziy no. 1052, An-Nasaa’iy no. 2027-2028 dan dalam Al-Kubraa 2/463 no. 2166, ‘Abdurrazzaaq 3/504 no. 6488, Ahmad 3/295, ‘Abd bin Humaid 2/161 no. 1073, Ibnu Maajah no. 1562, Ibnu Hibbaan no. 3163-3165, Al-Haakim 1/370, Abu Nu’aim dalam Al-Musnad Al-Mustakhraj ‘alaa Shahiih Muslim no. 2173-2174, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 3/410 & 4/4, Ath-Thayaalisiy 3/341 no. 1905, Ath-Thabaraaniy dalam Asy-Syaamiyyiin 3/191 no. 2057 dan dalam Al-Ausath 6/121 no. 5983 & 8/207 8413, Abu Bakr Asy-Syaafi’iy dalam Al-Fawaaaid no. 860, Abu Bakr Al-‘Anbariy dalam Hadiits-nya no. 68, Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’aanil-Aatsaar 1/515-516 no. 2945-2946, dan yang lainnya.